Pemerintah dan Komisi Komisi IX DPR sepakat membawa Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang (UU). Rencananya, beleid dengan skema sapu jagat (omnibus law) ini bakal diputuskan di rapat paripurna besok (Selasa, 20/6).
Wakil Ketua Komisi IX DPR, Nihayatul Wafiroh, menjelaskan, Fraksi Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak RUU Kesehatan disahkan. "Jadi, yang akan menandatangani 7 fraksi," katanya saat memimpin rapat kerja (raker) di DPR, Jakarta, pada Senin (19/6).
Rapat dihadiri wakil pemerintah, yakni Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin; Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharief Hiariej; Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas; Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara; dan Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Ristek, Nizam.
Pandangan Fraksi Demokrat dibacakan anggota Komisi IX DPR, Aliyah Mustika Ilham. Menurutnya, pembahasan RUU Kesehatan terlalu terburu-buru.
"Dalam pembahasan RUU Kesehatan, ada sejumlah persoalan mendasar. Demokrat mengusulkan peningkatan anggaran kesehatan di luar gaji dan PPI, tapi tidak disetujui. Pemerintah justru memilih mandatory spending dihapus," kata Aliyah.
Aliyah menyebut, ketetapan untuk dokter asing sebaiknya mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia. Ia berharap tenaga medis di Indonesia mendapatkan kesempatan yang setara dengan tenaga medis asing.
Demokrat, kata dia, mendukung kehadiran dokter asing. Namun, tetap mengedepankan bahwa seluruh dokter lulusan Indonesia atau luar negeri diberikan pengakuan yang layak dan kesempatan yang setara dalam mengembangkan karier.
"Dokter asing harus tunduk dan patuh pada aturan yang berlaku. RUU kurang memberi ruang pembahasan yang panjang dan terkesan terburu-buru. Maka, dengan ini Fraksi Demokrat menolak RUU Kesehatan dibahas menjadi UU," sambung Aliyah.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS, Netty Prasetiyani, mengingatkan jangan sampai RUU Kesehatan menjadi UU undang, tetapi menimbulkan polemik di masyarakat. Seperti Demokrat, PKS pun menolak RUU ini.
"Jangan sampai UU yang baru diundangkan diuji ke MK (Mahkamah Konstitusi) atau menimbulkan polemik seperti UU Cipta Kerja. Pembahasan RUU relatif cepat. Diperlukan waktu lebih panjang agar mendalam dan kaya masukan. Menimbang beberapa hal, PKS menolak RUU Kesehatan dilanjutkan pada tahap selanjutnya," tutur Netty.